
Sekolah, tempat
bernaung banyak mimpi dan harapan sudah sepatutnya menjadi sarana yang
benar-benar tepat. Tidak hanya tempat menuai mimpi, tapi juga sebagai sarana
untuk memetik hasil mimpi-mimpi anak didik.
Guru sebagai faktor terkuat
dalam sekolah seharusnya memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Hampir
sebagian besar sekolah juga para guru-guru di Indonesia menerapkan sistem
pembelajaran “99% Teori, 1% Praktik”. Padahal kebanyakan anak didik memandang teori hanya untuk dihafal dikala
ulangan saja, sedangkan hafalan yang seperti itu bisa dengan mudah hilang.
Tidak perlu waktu lama, dua tiga hari pun terkadang sudah benar-benar blank. Namun dengan teori yang diiringi
praktek anak didik akan merasa lebih dapat menangkap karena kejadian akan lebih
mudah diingat dibandingkan tulisan atau hanya suara. Praktek juga bisa
memberikan pembuktian kepada anak murid bahwa teori yang telah disampaikan
adalah benar atau adalah salah dengan
praktek yang dilakukan. Karena ilmu yang didapat sekarang walaupun dianggap tidak
berguna pada hari ini pasti akan berguna suatu hari nanti. Diluar itu praktek
juga bisa melatih skill. Karena
kesuksesan seseorang bergantung pada seberapa hebat skill-nya.
Memang sebagai
manusia, makhluk yang tidak sempurna guru juga terkadang berlaku salah, sifat
lahiriah berupa emosional terkadang membuat anak murid dalam belajar menjadi
tegang dan takut sehingga pelajaran yang di terangkannya di papan tulis maupun
secara lisan tidak jarang hanya sekedar angin lewat saja. Kebanyakan anak didik
menyukai pembelajaran yang santai, tidak menegangkan layaknya menonton
film-film box office atau film horror. Mungkin guru yang bermutu itu
guru yang benar-benar berniat untuk
mengabdi kepada negeri, untuk menyebarkan ilmu-ilmu sebagai serpihan-serpihan
kesuksesan kepada anak-anak negeri. Guru yang berniat seperti ini Inysa Allah
menjadi guru yang sabar, bertingkah baik di hadapan anak murid, karena bukan
hanya anak murid saja yang harus sopan dihadapan guru tapi guru lah yang terlebih
harus sopan kepada anak murid. Karena guru adalah contoh dan anak murid adalah
peniru. Kalau gurunya saja mencontohkan gaya yang tidak baik bagaimana murid
mau berlaku baik dihadapannya???
Anak-anak remaja yang
masih dalam masa pubertas di usia SMP atau SMA seringkali terlibat masalah.
Ntah itu permusuhan akibat “Cinta” atau masalah-masalah yang lebih serius
lainnya seperti kasus narkoba ataupun seks bebas. Kami juga sebagai siswa
khususnya siswa perempuan merasa was-was. Banyak kasus yang terjadi siswi yang
pendiam, senantiasa menjaga diri, pandangan, perkataan dan lainnya menjadi
korban seksual oleh teman lelaki satu sekolahannya sendiri. Nah, disini peran
sekolah harus cukup kuat, karena sebagian besar waktu untuk beraktivitas
terjadi disekolah. Pihak sekolah sebagai
“orangtua kedua” dari anak-anak murid harus lebih memperhatikan.
Memberikan sosialisasi tentang bahaya seks bebas dan bahaya narkoba serta
sosialisasi tentang hal-hal lain yang bisa mengancam masa depan anak-anak
muridnya. Sekolah dan orangtua juga semestinya saling terbuka tentang anak,
saling bekerjasama agar benar-benar tercipta suatu lingkup keluarga besar yang
harmonis dan saling mendukung saling mengokohkan. Karena tidak mungkin anak
murid bisa tanpa guru, seseorang dipanggil guru tanpa anak murid, dan mana ada
siswa-siswi sebagai “anak”di sekolah tanpa adanya orangtua kandung yang
melahirkannya. Maka kesaling keterkaitan antara anak murid, guru, dan orangtua
itu amat penting. Orangtua dan guru sebaik dan semestinya memberikan aktivitas-aktivitas
positive kepada anak agar anak tidak
terlalu bergeliat didalam dunia yang tidak sepantasnya ia akui.
Banyak harapan untuk
pendidikan di negeri tercinta ini. Kami sebagai siswa siswi yang tentunya
sebagai generasi penerus bangsa ini mengharapkan sistem pendidikan yang baru
yang lebih nyaman dan pengajar yang bersahabat.
Disekolah kami
dipersilahkan untuk bermimpi setinggi mungkin, tapi tak banyak dari kami yang
diajarkan bagaimana cara menggapai mimpi tersebut. Karena disekolah kami hanya diwajibkan
untuk membaca, mencatat ringkasan atau rangkuman, kemudian di hafal, setelah
datang mata pelajarannya lagi, tiada buku diatas meja, hanya kertas dan pena
saja, bertanda ulangan akan segera dimulai. Apakah hanya sekedar itu saja
pendidikan di negeri ini?
Tidak sekedar teori
dan mimpi-mimpi kami juga butuh yang namanya wadah. Dimana kami bisa menampung
bakat-bakat yang telah Tuhan anugerahi kepada kami. Karena bakat-bakat inilah
yang bisa menjadi pencerah dan juga kebanggaan bagi negeri ini.
Teruntuk yang kami idamkan…
Pendidikan yang tidak hanya intelektual
namun juga moral…
Comments
Post a Comment