Skip to main content

Observasi

I. PENGERTIAN OBSERVASI

Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian. Observasi Langsung dilakukan terhadap obyek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama obyek yang diselidikinya. Sedang Observasi Tidak Langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diselidiki. Misalnya peristiwa tersebut diamati melalui film, rangkaian slide atau rangkaian foto.
Tujuan utama metode observasi adalah mendeskripsikan perilaku. Para ilmuwan berusaha mendeskripsikan perilaku selengkap dan seakurat mungkin. Peneliti menghadapi berbagai tantangan serius dalam usaha mencapai tujuan ini. Ilmuwan menyandarkan diri pada observasi terhadap sampel perilaku orang, tetapi mereka harus memutuskan apakah sampel mereka mewakili perilaku yang biasa dilakukan oleh orang itu. Sampel digunakan untuk mempresentasikan populasi yang lebih besar dari semua kemungkinan perilaku.
Agar penggunaan teknik ini dapat menghimpun data secara efektif perlu diperhatikan beberapa syarat sebagai berikut :
1. orang yang melakukan observasi (observer) harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai obyek yang akan diobservasi.
2. observer harus memahami tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian yang dilaksanakannya. Dengan demikian observer harus memahami juga secara baik masalah-masalah penelitian agar mampu menghimpun data dari gejala yang timbul sesuai dengan keperluan pemecahan masalah penelitian.
3. Tentukan cara dan alat yang dipergunakan dalam mencatat data. Untuk itu harus dipertimbangkan apakah pencatatan langsung di tempat observasi tidak akan merugikan bagi pengumpulan data. Sebaliknya harus dipertimbangkan juga apakah pencatatan setelah observasi dapat menjamin terhimpunnya data sebagaimana adanya, lebih-lebih apabila obyeknya komplek. Selanjutnya harus dipilih alat mencatat yang paling efektif apakah mempergunakan anecdotal record, catatan berkala, check list, rating sacle atau mechanical device.
4. Tentukan kategori pencatatan gejala yang diamati, dngan mempergunakan skala tertentu atau sekedar mencatat frekuensi munculnya gejala tanpa klasifikasi tingkatannya. Bilamana dipilih pencatatan dengan kategori tertentu, maka harus dirumuskan dengan tegas dan jelas. Ciri-ciri setiap kategori. Dengan kata lain harus jelas ciri-ciri gejala yang dikelompokkan dalam kategori sangat baik, baik, sedang, buruk, dan buruk sekali.
5. Observasi harus dilakukan secara cermat dan kritis. Seorang observer harus berusaha agar tidak satupun gejala yang lepas dari pengamatannya. Oleh karena itu observer haus bersifat kritis dalam menetapkan apakah satu gejala berhubungan dengan masalah penyelidikannya. Pada giliran berikutnya observer harus besikap ritis pula dalam menetapkan suatu gejala termasuk kategori yang mana.
6. Pencatatan setiap gejala harus dilakukan secara terpisah. Gejala demi gejala harus dicatat secara terpisah agar tidak saling mempengaruhi. Observer harus menghindari pencatatan suatu gejala secara tidak tepat karena pengaruh gejala yang lain. Misalnya karena sikap sopan dari orang yang diobservasi (observer), berpengaruh pada pencatatan tentang ketekunannya dalam bekerja sehingga dikategorikan sangat tekun, sedang dalam kenyataannya yang bersangkutan bukanlah orang yang patut dinyatakan sangat tekun.
7. Pelajari dan latihlah cara-cara mencatat sebelum melakukan observasi. Untuk itu perlu diketahui beberapa alat yang dapat dipergunakan dan cara mencatat dengan alat tersebut, yaitu:



a. Catatan anekdot (Anecdotal Record)
Alat ini dipergunakan untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadiannya. Catatan itu harus dibuat secepat-cepatnya setelah peristiwa khusus atau yang luar biasa itu terjadi. Oleh karena seorang observer jarang dapat berada bersama-sama obyeknya secara terus menerus untuk mencatat peristiwa atau gejala yang berhubungan dengan masalahnya, maka pencatatan ini sering memerlukan bantuan orang lain. Misalnya guru untuk mencatat gejala-gejala khusus tentang muridnya, manager perusahaan tentang karyawannya, Kepala Lembaga Permasyarakatan tentang narapidana dan lain-lain. Pencatatan ini harus dilakukan tentang bagaimana kejadiannya, bukan tentang pendapat si pencatat tentang kejadian tersebut.

b. Catatan Berkala (Insidental Record)
Pencatatan berkala walaupun tetap dilakukan secara berurutan menurut waktu munculnya suatu gejala, aan tetapi tidak dilakukan terus menerus yang mengharuskan observer tetap berada bersama obyeknya untuk jangka waktu yang relatif lama. Catatan berala dilakukan pada waktu tertentu. Dengan demikian pencatatan gejala yang timbul hanya dilakukan pada wakytu yang telah ditetapkan dan terbatas pula pada jangka waktu yang ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.

c. Daftar Cek (Check List)
Pencatatan data dilakukan dengan mempergunakan sebuah daftar yang memuat nama-nama observer disertai jenis-jenis gejala yang diamati. Daftar itu harus disediakan sebelum observasi dilakukan. Dengan demikian tugasobserver adalah memberikan tanda check (silang atau lingkaran dan sebagainya), apabila pada saat melakukan pengamatan ternyata gejala di dalam daftar itu muncul. Sebaliknya tidak memberi tanda check dalam bentuk apapun, bilamana gejala tersebut tida muncul selama observasi dilakukuan. Dengan kata lain pencatatan hanya dilakukuan untuk menyatakan muncul tidaknya suatu gejala dan jumlah pemunculannya selama observasi berlangsung.

d. Skala Nilai (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini di lakukan seperti Check list , yakni dengan memberikan tanda check tertentu (silang atau lingkaran) apabila suatu gejala muncul di dalam kolom daftar yang sudah di sediakan. Perbedaannya terletak pada kategori sasi gejala yang di catat. Di dalam daftar rating scale tida sekedar terdapat nama obye yang diobservasi dan gejala-gejala yang akan diselidii, aan tetapi juga dicantuman olom-olom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiapgejala resebut. Penjenjangan mungkin mempergunakan sala 3 atau 5 dan bahkan mungkin skala 7. Misalnya Bai, Sedang dan Buruk (sala 3), Sangat Baik, Baik, Sedang, Buruk dan Sangat Buruk (Skala 5), Luar Biasa, Sangat Baik, Baik, Sedang, Buruk, Sangat Buruk, Luar Biasa Buruk (Skala 7). Dengan demikian sangat diperlukan kecermatan dan sikap kritis observer dalam mencatat, karena harus menilai termasuk urutan mana suatu gejala yang sedang diamatinya di dalam kategori yang dipergunakan. Oleh karena itu semakin luas pemberian skala berarti semakin sulit pengamatan dilakukan. Pemilihan skala yang dipergunakan sangat tergantung pada masalah dan edalaman hasil penelitian yang henda dicapai.

e. Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan data dengan alat ini sebenarnya tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung, karena seluruh atau sebagian peristiwa direkam dengan mempergunaan peralatan elektronik sesuai dengan keperluan. Misalnya peristiwanya difilm, diphoto, suara direkam dengan tape recorder, menggunakan video tape dan lain-lain. Untuk pencatatan hasil rekaman itu diulang setelah peristiwanya terjadi. Penggunaan alat-alat elektronik dan optik memang sangat membantu, karena bilamana terjadi keragu-raguan atau kekeliruan dalam mencatat seluruh peristiwa dapat diulang kembali dengan memutar hasil rekaman. Aan tetapi sulit untuk dibantah bahwa penggunaan alat ini memerlukan dana yang cukup besar.
Dari uraian tentang alat pengumpul data dalam observasi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pencatatan pada dasarnya dilakukan dalam salah satu dari dua bentuk sebagai berikut :
a. Pencatatan berbentuk kronologis yaitu pencatatan yang dilakukan menurut urutan kejadian.
b. Pencatatan berbentu sistematik yakni pencatatan yang dilakukan dengan memasukkan tiap-tiap gejala yang diamati kedalam kategori tertentu, tanpa memperhatikan urutan terjadinya.
Di samping itu dapat pula dibedakan dua bentuk pencatatan dalam versi yang dicatat, yakni :
a. Pencatatan secara faktual, yakni pencatatangejala yang timbul sebagaimana adanya, tanpa interpretasi dari observer.
b. Pencatatan secara interpretatif, yakni pencatatan yang dilauan dengan memberian interprtasi dengan gejala yang timbul oleh observer yang berkewajiban memasukkan atau menggolongkan gejala yang diamatinya kedalam kategori yang telah ditetapkan.Selanjutnya pelaksanaan teknik observasi dapat dilakukan dalam beberapa cara. Penentuan dan pemilihan cara tersebut sangat tergantung pada situasi obyek yang akan diamati.


II. JENIS-JENIS OBSERVASI

1. Observasi Partisipan
Observasi Partisipan adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan diobservasi. Observer berlaku sungguh-sungguh seperti anggota dari kelompok yang akan diobservasi. Apabila observer hanya melakukan pura-pura berpartisipasi dalam kehidupan orang yang akan diobservasi tersebut dinamakan Quasi Partisipant Observation. Dalam observasi partisipan perlu diperhatikan beberapa hal untuk meningkatkan kecermatan. Pertama adalah persoalan pencatatan yang harus dilakukan diluar pengetahuan orang-orang yang sedang diamati. Pencatatan yang diketahui akan menimbulkan kecurigaan bahwa pencatat bukan anggoa kelompok tersebut. Bilaman terjadi hal seperti itu kerap kali obyek yang diamati akan bertingkah laku tidak wajar karena mengetahui mereka sedang diamati. Kemungkinan ingkah lakunya dibuat-buat supaya dicatat sebagai tingkah laku yang baik atau sebaliknya dibuat-buat agar dikategorikan buruk.

2. Observasi Non Partisipan
Observasi Non Partisipan adalah dimana observer tidak ikut di dalam kehidupan orang yang akan diobservasi, dan secara terpisah berkedudukan selaku pengamat. Di dalam hal ini observer hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan.

3. Observasi Sistematik
Observasi Sistematik adalah observasi yang diselenggarakan dengan menentukan secara sistematik faktor-faktor yang akan diobservasi lengkap dengan kategorinya. Dengan kata lain wilayah materi observasi telah dibatasi secara tegas sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Umumnya observasi sistematik dilakukan dalam jangka waktu pendek. Oleh karena itu agar terkumpul data sebanyak mungkin, maka observasi ini memerlukan lebih dari seorang observer dan bilamana dimungkinkan dilengkapi pula dengan penggunaan alat pecatat mekanik (elektronik) meskipun ditinjau dari sudut pembiyaan yang biasanya cukup mahal.

4. Observasi Non Sistematik
Observasi Non Sistematik adalah observasi yang dilakukan tanpa terlebih dahulu mempersiapkan dan membatasi kerangka yang akan diamati.

5. Observasi Eksperimental
Observasi Eksperimental adalah dengan sengaja menimbulkan gejala tertentu untuk dapat diobservasi. Pengembangan metode ini makin lama makin intensif karena ternyata memang sangat besar kegunaanya. Dalam observasi ini dilakukan usaha mengendalikan unsur-unsur tertentu di dalam situasi yang akan diamati. Dengan kata lain situasi ini diatur sesuai dengan tujuan penelitian, untuk menghindari, atau mengurangi timbulnya faktor-faktor lain yang tidak diharapkan mempengaruhi situasi itu.
Observasi Eksperimental juga memiliki ciri-ciri yaitu,
a. Observer mambuat sesuatu perangsang berupa suatu situasi yang sengaja diselenggarakan di lingkungan obyek yang akan diobservasi.
b. Situasi perangsang itu harus memungkinkan terdapat variasi gejala yang timbul.
c. Observer harus diusahakan tidak mengetahui maksud sebenarnya dari observasi atau sekurang-kurangnya tentang maksud pengendalian faktor-faktor tersebut di atas.
d. Alat pencatat harus dipilh yang benar-benar mampu membuat catatan yang teliti mengenai gejala-gejala yang timbul.

6. Observasi Non Eksperimental
Observasi Non Eksperimental adalah observasi yang dilakukan dengan tidak menimbulkan gejala-gejala tertentu agar dapat diamati.



III. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
A. Keunggulan
Kebaikan-kebaikan observasi sebagai teknik pengumpulan data antara lain adalah:
1. Sulit untuk dibantah kenyataan bahwa banyak gejala-gejala dalam kehidupan manusia yang hanya dapat diselidiki dengan melakukan observasi.
2. Banyak obyek yang dalam memberikan bantuan data hanya bersedia diobservasi, misalnya karena terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai waktu yang cukup untuk di interviu atau mengisi kuesioner yang memerlukan waktu khusus.
3. Kejadian yang serempak dapat diamati dan dicatat secara serempak pula dengan memperbanyak observer.
4. Observasi tidak tergantung pada self report (kesediaan obyek untuk memberikan informasi tentang dirinya), sehingga data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh penafsiran dan kejujuran obyek yang diselidiki.
5. Banyak kejadian-kejadian yang mungkin dipandang kecil atau remeh oleh obyek penelitian yang tidak dapat diungkapkan dengan mempergunakan alat pengumpulan data yang lain, ternyata sangat menentukan hasil penelitian dan hanya mungkin diungkapkan melalui observasi.

B. Kelemahan
Untuk meningkatkan kecermatan dalam mempergunakan teknik observasi guna mengumpulkan data, perlu diketahui beberapa keterbatasan atau kelemahannya, yaitu:
1. Observasi sangat tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat dari observer. Kemampuan melakukan pengamatan dan mengingat seorang observer sebagai manusia ternyata dipengaruhi oleh beberapa aspek sebagai berikut:
a. Daya adaptasi.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan obyek yang akan diamati sangat penting bagi terselenggaranya pengamatan yang efektif. Akan tetapi bilamana adaptasi ini dilakukan secara berlebih-lebihan, seseorang akan melupakan fungsinya sebagai pengamat sehingga tidak mampu menangkap fakta-fakta tentang obyeknya karena dipengaruhi oleh pendapatannya sendiri sebagai orang yang menjadi bagian dari obyek yang diamatinya.
b. Kebiasaan-kebiasaan
Setiap observer karena kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupannya memiliki pola-pola pengalaman tertentu. Dalam melakukan pengamatan pengalaman itu dipergunakan sebagai bahan apersepsi, yang sangat besar peranannya. Observer dalam melakukan interpretasi karena pengaruh pengalamannya kerap kali tidak mampu menangkap fakta-fakta sebagaimana adanya.
c. Keinginan.
Seorang observer sering dipengaruhi oleh keinginannya untuk memperoleh hasil tertentu dalam penelitiannya. Sehubungan dengan itu pengamatannya menjadi terbatas karena perhatiannya lebih terarah pada fakta-fakta yang sesuai dengan keinginannya dalam mencapai hasil tertentu.
d. Prasangka
Observer yang memiliki prasangka tertentu terhadap obyek yang diamatinya, tidak akan mampu melakukan pengamatan secara obyektif. Prasangka akan menjerumuskan seorang observer pada penafsiran palsu terhadap gejala-gejala atau fakta-fakta yang timbul.
e. Proyeksi
Seorang observer yang memiliki kecenderungan melemparkan kejadian-kejadian di dalam dirinya sendiri kepada obyek-obyek yang berada di luar, tidak akan mampu melakukan pengamatan secara baik. sering terjadi observer mengira telah menangkap sifat-sifat tertentu dari obyeknya, pada hal sebenarnya sifat-sifat itu adalah sifat-sifatnya sendiri.
f. Ingatan.
Tidak semua orang yang akan bertindak sebagai observer memiliki ingatan yang setia (tahan lama). Di samping itu tidak semua observer memiliki ingatan yang luas (dapat mencakup banyak hal). Sehubungan dengan itu dalam pencatatan data yang tidak dilakukan seketika, hasilnya sangat tergantung pada kemampuan ingatan observer. Dalam keadaan seperti itu sering terjadi:
1) Fakta-fakta yang dilupakan menjadi tidak tercatat sebagai data penelitian.
2) Fakta-fakta yang dilupakan diganti menurut interpretasi observer sendiri.
3) Fakta-fakta yang dilupakan cenderung diinterpretasikan sesuai dengan hasil yang diinginkan oleh observer sebagai peneliti.
Berdasarkan uraian di atas, mengingat alat yang dipergunakan dalam melakukan pengamatan adalah mata (penglihatan) dan telinga (pendengaran) di samping alat-alat lain yang dapat dipergunakan secara terbatas, maka perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Observer harus meyakini bahwa penglihatan dan pendengarannya berfungsi secara baik, agar tidak satu pun data yang lepas dari pengamatannya.
2) Observer harus menyadari bahwa penglihatan manusia termasuk dirinya mempunyai kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu setiap observer sangat memerlukan alat pencatatan data yang efisien, untuk menghindari kelupaan bilamana hanya mempergunakan mata dan telinga.
3) Observer harus menyadari bahwa tidak semua alat sama baiknya untuk melakukan pencatatan.
g. Keadaan fisik dan psikis terutama perasaan.
Observer yang berada dalam kondisi fisik letih, sakit, mengantuk, sedih, marah dan lain-lain sulit untuk melakukan pengamatan yang cermat.

2. Dalam membuat pencatatan dapat terjadi beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Pengaruh Kesan Umum (Hallo Effects)
Kesesatan ini terjadi jika observer terpengaruh oleh kesan umum mengenai obyek yang diamatinya sehingga membuat catatan secara tidak tepat. Misalnya observer dipengaruhi oleh sikap sopan dan penampilan yang rapi dari obyeknya, sehingga cenderung memberikan penilaian yang tinggi terhadap gejala yang diamatinya, walaupun sesungguhnya keadaan gejala itu sebenarnya tidaklah demikian. Sebaliknya dapat terjadi karena penampilan yang tidak rapi, sikap yang agak kasar dan lain-lain dapat mempengaruhi pencatatan berupa penilaian yang rendah terhadap gejala yang diamati obyek pengamatannya.
b. Pengaruh Keinginan Menolong (Generosity Effects)
Kesesatan ini dapat terjadi karena keinginan untuk berbuat baik terhadap obyek yang diamati, dalam bentuk kecenderungan untuk memberikan penilaian yang menguntungkan walaupun keadaan gejala yang diamati itu sebenarnya tidaklah demikian.
c. Pengaruh Pengamatan Sebelumnya (Carry Over Effects).
Kesesatan ini dapat terjadi karena observer tidak dapat memisahkan kesannya tentang suatu gejala yang terdahulu pada saat mengamati gejala berikutnya atau gejala yang lain. Suatu gejala dinilai tidak baik karena gejala sebelumnya dinilai juga tidak baik, sungguh pun kenyataan sebenarnya tidaklah demikian. Demikian pula dapat terjadi yang sebaliknya.

3. Banyaknya kejadian atau keadaan obyek yang sulit untuk diobservasi, terutama yang menyangkut kehidupan pribadi yang sangat rahasia. Di samping itu kerap kali terjadi munculnya suatu gejala yang akan diamati tidak pada saat pengamatan dilakukan. Dengan kata lain suatu kejadian tidak selalu dapat diramalkan, untuk menetapkan waktu melakukan observasi yang tepat, sehingga diperlukan waktu yang cukup panjang.

4. Observer yang mengetahui dirinya sedang diobservasi, cenderung dengan sengaja menimbulkan tingkah laku yang menyenangkan atau yang baik. Sebaliknya mungkin pula dengan sengaja menimbulkan tingkah laku yang tidak menyenangkan atau yang tidak baik. kesengajaan itu dimaksudkan untuk menyesatkan observer yang tidak diinginkan kehadirannya karena bermaksud mengungkapkan keadaan atau gejala yang sebenarnya dirahasiakan oleh obyek yang diselidiki.

5. Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan yang tertentu, sehingga kalau terjadi gangguan yang tiba-tiba mengakibatkan observasi tidak dapat dilaksanakan. Misalnya gangguan cuaca, gangguan aliran listrik dan lain-lain. Di samping itu waktu berlangsungnya suatu kejadian berpengaruh juga pada kemungkinan dilakukannya pengamatan. Banyak kejadian yang berlangsung dalam jangka waktu yang sangat pendek dan tidak berulang atau terjadi secara serempak pada beberapa tempat dan bahkan mungkin pula berlangsung bertahun-tahun sehingga memerlukan pengamatan yang lama dan membosankan.
Hasil observasi juga dapat dipengaruhi oleh bias yang terjadi, yaitu:
a. Bias Observer (Pengamat)
• Bias pengamat terjadi bila bias peneliti menentukan perilaku mana yang mereka pilih untuk diobservasi dan bila ekspektansi pengamat tentang perilaku mengakibatkan kesalahan sistematis dalam mengidentifikasi dan mencatat perilaku.
• Efek-efek ekspektansi dapat terjadi bila pengamat mengetahui hipotesis-hipotesisnya untuk hasil studi itu atau hasil studi-studi sebelumnya.
• Langkah pertama dalam mengontrol bias pengamat adalah dengan mengakui bahwa hal itu dapat terjadi.
Rosenhan (1973) dan rekan-rekan sejawatnya dengan mengobservasi interaksi antara anggota staf dan pasien di rumah sakit mental, dan mereka menemukan sebuah bias serius di pihak staf. Begitu pasien diberi label skizofrenik, perilaku mereka diinterpretasi berdasarkan label ini. Para anggota staf menginterpretasikan perilaku yang mestinya dianggap normal bila dilakukan oleh orang-orang waras sebagai bukti ketidakwarasan. Sebagai contoh, para peneliti baru mengetahui setelah studi it selesai bahwa penulisan catatan oleh pengamat partisipan, yang dilakukan secara terbuka, oleh para anggota staf dikatakan sebagai contoh keadaan patologis. Jadi, staf rumah sakit itu cenderung menginterpretasikan perilaku pasien dalam kaitannya dengan label yang telah dilekatkan kepada mereka. Sampel ini mengilustrasikan dengan jelas tentang bahaya potensial dari bias pengamat ini, kesalahan sistematis dalam observasi yang diakibatkan oleh ekspetasnsi pengamat.

b. Efek ekspektansi
Pada banyak studi ilmiah, pengamat memiliki ekspektansi tertentu tentang seperti apa mestinya perilaku dalam situasi tertentu atau setelah menerima penanganan psikologis tertentu. Ekspektansi ini dapat tercipta akibat pengetahuan tentang hasil-hasil penelitian sebelumya atau oleh hipotesis si pengamat sendiri tentang perilaku dalam semacam itu. Ekspektansi dapat menjadi salah satu sumber bias di pihak pengamat – expectancy effects- bila hal itu menyebabkan timbulnya berbagai sistematis dalam observasi (Rosenthal, 1966, 1976).
Cordaro dan Ison (1963) merancang sebuah studi untuk mendokumentasikan efek-efek ekspektansi. Studi itu mengharuskan para mahasiswa yang bertindak sebagai pengamat untuk mencatat jumlah putaran kepala dan kontraksi tubuh yang dilakukan oleh dua kelompok cacing datar. para pengamat diarahkan untuk mengharapkan jumlah putaran kepala dan kontraksi yang berbeda pada kedua kelompok itu. Tetapi, cacing-cacing di kedua kelompok itu pada dasarnya identik. Yang berbeda adalah ekspektansi pengamat tentang sesuatu yang akan mereka lihat. Hasil-hasilnya menunjukkan bahwa para pengamat itu melaporkan jumlah putaran kepala dua kali lebih banyak dan jumlah kontraksi tubuh tiga kali lebih banyak bila jumlah gerakan yang tinggi diekspektansikan dibanding bila jumlah gerakan yang rendah diekspektansikan. Agaknya, para mahasiswa itu menginterpretasikan gerakan-gerakan cacing-cacing itu bergantung yang mereka ekspektansikan untuk dilihat.



c. Bias-Bias Lain
Ekspektansi seorang pengamat tentang hasil sebuah studi mungkin bukan satu-satunya sumber bias pengamat. Anda mungkin berpikir bahwa dengan menggunakan peralatan terotomasi seperti kamera film akan mengeliminasi bias pengamat. Meskipun otomasi mengurangi peluang bias pengamat, tetapi bukan berarti mengeliminasinya. Simak kenyataan bahwa, untuk merekam perilaku di atas film, pengamat harus menentukan sudut pengambilan, lokasi, dan waktu pemfilman. Sejauh aspek-aspek studi ini dipengaruhi oleh bias pribadi pengamat, keputusannya dapat mengintroduksikan berbagai kesalahan sistematis pada hasil-hasilnya. Altmann (1974) mendeskripsikan sebuah studi observasional terhadap perilaku binatang yang para pengamatnya membiaskan hasil-hasilnya dengan mengambil waktu istirahat tengah hari ketika binatang-binatang itu dalam keadaan tidak aktif. Observasi terhadap binatang selam periode tidak aktif ini secara mencolok mata tidak ada dalam catatan observasi. Lebih jauh, dengan menggunakan peralatan terotomasi pada umumnya hanya menunda proses klasifikasi dan interpretasi, dan sangat mungkin bagi efek-efek bias pengamat untuk terintroduksi ketika rekaman naratifnya dikode dan dianalisis.

Referensi
Nawawi, H. Hardari dan H. M. Martini Hardari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nawawi, Hardari. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Shaughnessy, J. John, B. Zeshmeister Eugene, dan S. Zeshmeister Jeune. 2007. Metodologi Penelitian Psikologi. Edisi VII. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://dodidnurianto.blogspot.com/2010/06/observasi.html

Comments

Popular posts from this blog

Latihan Soal Bahasa Indonesia Perkuliahan Tahun Ajaran 2017

1.        Tuliskan 5 contoh teks non akademik! Jawab : Novel, Cerpen, Puisi, Anekdot, dan Naskah Drama 2.        Tuliskan 3 metode belajar Bhasa Indonesia! Jawab : 1)       Metode Langsung : metode yang menerapkan secara langsung aspek dalam bahasa yang diajarkan. 2)       Metode Alamiah : Sesuai dengan kebiasaan, seperti belajar bahasa ibu 3)       Metode Tatabahasa : yang memusatkan pada pembelajaran kosa kata, metode ini identik sederhana. 3.        Tuliskan 3 tahapan orientasi! Jawaban : 1)       Menyampaikan informasi mengenai suatu teks secara umum 2)       Menyampaikan latar belakang secara umum 3)       Menyampaikan pendapat mengenai suatu teks secara umum 4.        Tuliskan visi misi pembelajaran Bahasa Indonesia di PT! Jawab : Visi : 1)       Menemukan sikap mental sivitas akademik yang mampu mengekspresikan nilai-nilai bahasa Indonesia sebagai symbol kedaulatan bangsa dan Negara 2)       Mengembangkan keterampilan berkomunikasi secar

RINGKASAN PKN KELAS X/10 TENTANG HAK ASASI MANUSIA (HAM)

RINGKASAN BAB III UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN, DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA A. Pengertian, Perkembangan, dan Macam-Macam Hak Asasi Manusia 1. Pengertian dan Macam-Macam HAM Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Macam-Macam HAM: 1. Hak asasi pribadi (personal rights) Hak asaspi ribadi adalahh ak kebebasanb eragama,b eribadats esuadi engank eyakinan masing-ma-singm. enyatakanp endapat, dan kebebasanb erserikata tau berorganisasi. 2. Hak asasi ekonomi (property rights) Hak asasi ekonomi meliputi hak pemilikan sesuatu, hak membeli atau menjual sesuatu. serra hak untuk mengadakan perjanjian atau kontrak.. 3. Hak asasi dalam kesamaan huku

RANGKUMAN IPS KELAS 7 TENTANG KERAJAAN HINDU-BUDDHA

1. Munculnya Agama Hindu dan Budha           a. Agama Hindu   Sebelum Hindu lahir, di lembah Sungai Indus (sekarang wilayah Pakistan) telah berkembang kebudayaan yang tinggi yaitu “Kebudayaan Mohenjo Daro dan Harappa” milik bangsa Dravida sekitar tahun 1500 SM. Bangsa Arya melalui celah Kaiber masuk ke India, menakhlukkan dan menguasai kota-kota di lembah Indus yang tadinya dikuasai oleh bangsa Dravida. Dalam penyebarannya suku bangsa Arya ada yang melangsugkan pernikahan dengan orang-orang Dravida sehingga terbentuklah masyarakat dan generasi baru yang disebut “Bangsa Hindu”.   Tradisi dan kepercayaan bangsa Hindu inilah yang disebut agama dan kebudayaan Hindu.     Agama hindu merupakan kepercayaan yang memuja dan menyembah banyak dewa (politheisme) dewa utamanya disebut TRIMURTI terdiri dari Brahma (dewa pencipta), Wisnu (dewa pemelihara) dan Siwa (dewa perusak). Kitab suci agama Hindu adalah kitab Weda, yang terdiri atas 4 bagian : 1.     Rigweda berisi pujian terhad