Bab VI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN
Dengan
adanya kaidah atau norma membuat setiap anggota masyarakat menyadari
apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Perbuatan-perbuatan apa yang
dibolehkan dan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya di
masyarakat. J.P. Glastra van Loan menyatakan, dalam menjalankan
peranannya, hukum mempunyai fungsi :
1. Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup;
2. Menyelesaikan pertikaian;
3. Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan, jika perlu dengan kekerasan;
4. Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat;
5. Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hokum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana disebutkan di atas.
Perundang-undangan
hanya merupakan sebagian dari hukum-hukum ada yang bersifat tertulis
dan tidak tertulis.hukum tidak tertulis yang dilaksanakan dalam praktik
penyelenggaraan negara dinamakan konvensi sedangkan hukum tidak tertulis
dinamakan hukum adat. Peraturan yang tertulis memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Keputusan yang dikeluarkan oleh yang berwewenang,
b. Isinya mengikat secara umum, tidak hanya mengikat orang tertentu, dan
c. Bersifat abstrak (mengatur yang belum terjadi).
Peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk di negara Republik Indonesia harus berlandaskan kepada:
a. Landasan Filosofis
Setiap
penyusunan peraturan perundangundangan harus memperhatikan cita-cita
moral dan cita hukum sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila.
b. Landasan Sosiologis
Pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan masyarakat.
c. Landasan Yuridis
Menurut Lembaga Administrasi Negara landasan yuridis dalam pembuatan peraturan perundangundangan memuat keharusan:
1). adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang- undangan,
2). adanya kesesuaian antara jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan,
3). mengikuti cara-cara atau prosedur tertentu,
4). tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya,
Lembaga Administrasi Negara menyatakan, bahwa prinsip-prinsip yang mendasari pembentukan peraturan perundang-undangan, adalah :
a. Dasar
yuridis (hukum) sebelumnya. Penyusunan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai landasan yuridis yang jelas, tanpa landasan yuridis yang
jelas, peraturan perundang-undangan yang disusun tersebut dapat batal
demi hukum.
b. Hanya
peraturan perundang-undangan tertentu saja yang dapat dijadikan
landasan yuridis, yaitu peraturan yang sederajat atau yang lebih tinggi
dan terkait langsung dengan peraturan perundang-undangan yang akan
dibuat.
c. Peraturan
perundang-undangan hanya dapat dihapus, dicabut, atau diubah oleh
peraturan perundangundangan yang sederajat atau yang lebih tinggi.
d. Peraturan
Perundang-undangan baru mengesampingkan peraturan perundang-undangan
lama. Prinsip ini dalam bahasa hukum dikenal dengan istilah lex
posteriori derogat lex priori.
e. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
f. Peraturan Perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
g. Setiap jenis peraturan perundang-undangan materinya berbeda
Pada
tahun 2004 lahir Undang-undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, di dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang
tersebut dicantumkan mengenai Jenis dan Hierarki Peraturan
Perundang-undangan. Rumusan pasal 7 ayat (1) Undang-undang nomor 10 tahun 2004 sebagai berikut:
A. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sbb:
1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Idonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai kedudukan yang istimewa dibandingkan dengan undang-undang lainnya, hal ini dikarenakan :
a. UUD dibentuk menurut suatu cara istimewa yang berbeda dengan pembentukan UU biasa,
b. UUD dibuat secara istimewa untuk itu dianggap sesuatu yang luhur,
c. UUD adalah piagam yang menyatakan cita-cita bangsa Indonesia dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa,
d. UUD memuat garis besar tentang dasar dan tujuan negara.
2. Undang-Undang
Lembaga
yang berwenang membuat UU adalah DPR bersama Presiden. Adapun kriteria
agar suatu permasalahan diatur melalui Undang-Undang antara lain adalah:
a. UU dibentuk atas perintah ketentuan UUD 1945,
b. UU dibentuk atas perintah ketentuan UU terdahulu,
c. UU dibentuk dalam rangka mencabut, mengubah, dan menambah UU yang sudah ada,
d. UU dibentuk karena berkaitan dengan hak asasi manusia,
e. UU dibentuk karena berkaitan dengan kewajiban atau kepentingan orang banyak.
Adapun prosedur pembuatan undang-undang adalah sebagai berikut:
a. DPR memegang kekuasaan membentuk undangundang.
b. Setiap Rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
c. Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD.
DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU yang berkaitan dengan:
a. otonomi daerah,
b. hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
c. pengelolaan sumber daya alam,
d. sumber daya ekonomi lainnya, dan
e. yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Suatu undang-undang dinyatakan berakhir masa berlakunya:
a. ditentukan dalam undang-undang itu kapan berakhirnya,
b. dicabut kembali oleh undang-undang yang baru,
c. bila
terbit undang-undang baru yang memuat ketentuan yang bertentangan
dengan undang-undang yang lama, maka undang-undang yang lama secara
otomatis menjadi hapus kekuatannya
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan
Pemerintah penganti Undang-Undang (PERPU) dibentuk oleh presiden tanpa
terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. PERPU dibuat dalam keadaan
“darurat” atau mendesak karena permasalahan yang muncul harus segera
ditindaklanjuti. Setelah diberlakukan PERPU tersebut harus diajukan ke
DPR untuk mendapatkan persetujuan.
4. Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dibuat untuk melaksanakan undangundang. Kriteria pembentukan Peraturan Pemerintah adalah sebagai berikut.
a. Peraturan
Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa adanya UU induknya. Setiap
pembentukan Peraturan Pemerintah harus berdasarkan undang-undang yang
telah ada.
b. Peraturan Pemerintah tidak dapat mencantumkan sanksi pidana, jika UU induknya tidak mencantumkan sanksi pidana.
c. Peraturan Pemerintah tidak dapat memperluas atau mengurangi ketentuan UU induknya.
d. Peraturan
Pemerintah dapat dibentuk meskipun UU yang bersangkutan tidak
menyebutkan secara tegas, asal Peraturan Pemerintah tersebut untuk
melaksanakan UU.
5. Peraturan Presiden
Peraturan
Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribut dari Pasal 4 ayat
(1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Peraturan Daerah (Perda)
Peraturan
Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Propinsi dan
Kabupaten atau Kota, untuk melaksanakan peraturan perundangundangan
yang lebih tinggi dan dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah.
B. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur
2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabuapetn/Kota bersama Bupati/Walikota
3. Peraturan
Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
4. Ketentuan
mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat
diatur oleh peraturan daerah/Kabupaten/Kota yang bersangkutan
Tingkat pembicaraan suatu rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat adalah sebagai berikut :
A. PEMBICARAAN TINGKAT I
Dilaksanakan dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legalisasi, Rapat Panitia Angaran, atau rapat Pansus, dengan kegiatan :
a. Pandangan dan pendapat
1. RUU darai Presiden : pandangan dan pendaapat Fraksi-fraksi atau farksi fraksi dan DPD apabila RUU terkait dengan DPD
2. RUU dari DPR : pandangan dan penfapat Presiden atau Presiden beserta DPD apabila RUU terkait dengan DPD
b. Taggapan RUU dari presiden :tanggapan presiden. RUU dari DPR : tangaapan Pimpinan alat kelengkapan DPR yang membuat RUU
c. Pembahasan RUU oleh DPR dan presiden berdasarkan Daftar Inventasisasi masalah (DIM)
B. PEMBICARAAN TINGKAT II
Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, yang di dahului oleh:
a. Laporan hasil Pembicaraan Tingakt I.
b. Pendapat
akhir fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya dan apabila dipandang
perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap fraksinya.
c. Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
Mentaati
berasal dari kata dasar taat yang artinya patuh atau tunduk. Orang yang
patuh atau tunduk pada peraturan adalah orang yang sadar. Seseorang dikatakan mempunyai kesadaran terhadap aturan atau hukum, apabila dia.
1. Memiliki pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum yang berlaku, baik di lingkungan masyarakat ataupun di negara Indonesia,
2. Memiliki
Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum, artinya bukan hanya
sekedar dia tahu ada hukum tentang pajak, tetapi dia juga mengetahui isi
peraturan tentang pajak tersebut.
3. Memiliki sikap positif terhadap peraturan-peraturan hukum
4. Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan apa yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Orang yang mempunyai kesadaran terhadap berbagai aturan hukum akan mematuhi apa yang menjadi tuntutan peraturan tersebut. Dengan
kata lain dia akan menjadi patuh terhadap berbagai peraturan yang ada.
Masalah ketaatan dalam penegakan Negara hukum dalam arti mengandung
makna :
1. Penegakkan hukum yang sesuai dengan ukuranukuran tentang hukum baik atau hukum yang buruk
2. Kepatuhan
dari warga-warga masyarakat terhadap kaidah-kaidah hukum yang dibuat
serta diterapkan oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan judikatif
3. Kaidah-kaidah hukum harus selaras dengan hakhak asasi manusia
4. Negara
mempunyai kewajiban untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang
memungkinkan terwujudnya aspirasi-aspirasi manusia dan penghargaan yang
wajar terhadap martabat manusia
5. Adanya
badan yudikatif yang bebas dan merdeka yang akan dapat memeriksa serta
memperbaiki setiap tindakan yang sewenang-wenang dari badanbadan
eksekutif.
Di
tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi
masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimbangan lainnya
semakin meningkat. Korupsi merupakan penyakit masyarakat yang sangat
membahayakan karena dapat mengancam kelancaran pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi
harus terus ditingkatkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kepentingan masyarakat. Dalam skala nasional
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh berbagai profesi dapat
dikatagorikan korupsi, seperti:
1. Menyuap hakim adalah korupsi.
2. Pegawai Negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan adalah korupsi.
3. Menyuap advokat adalah korupsi.
Untuk
mendukung upaya atau tindakan anti korupsi melalui UU Republik
Indonesia nomor 30 Tahun 2002 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan tugas dan wewenang KPK
menurutu pasal 6 adalah :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara
Selain
itu ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang sangat peduli terhadap
pemberantasan korupsi, seperti Masyarakat Transparansi Indonesia atau
juga Lembaga Pemantau Kekayaan Negara. Kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang :
a. Melibatkan
aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dengan pengaturan dalam undang-undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi :
a. Dapat
menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan
institusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.
b. Tidak monopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
c. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi
d. Berfungsi
untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada dan
dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang
penyelidikan, penuidikan dan penuntutan (superbody) yang sedang
dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan.
Comments
Post a Comment