Konstitusi
(constitution) diartikan dengan undang-undang dasar. Menurut Kusnardi
dan Ibrahim (1983), UUD merupakan konstitusi yang tertulis. Selain
konstitusi yang tertulis, terdapat pula konstitusi yang tidak tertulis
atau disebut konvensi. Konvensi adalah kebiasaan-kebiasaan yang timbul
dan terpelihara dalam praktik ketatanegaraan. Meskipun tidak tertulis,
konvensi mempunyai kekuatan hukum yang kuat dalam ketatanegaraan.
Konstitusi
atau Undang-Undang Dasar berisi ketentuan yang mengatur hal-hal yang
mendasar dalam bernegara. Menurut Sri Soemantri (1987), suatu konstitusi
biasanya memuat atau mengatur hal-hal pokok sebagai berikut:
1. jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara
2. susunan ketatanegaraan suatu negara
3. pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
Sebagai
aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan
tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya
semua jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di
bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan
perundang-undangan tersebut adalah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan
Peraturan Daerah.
Sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara
Indonesia pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi
RIS 1949, dan UUD Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya
ketiga UUD tersebut, dapat diuraikan menjadi lima periode sebagai
berikut:
1. 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
Pada
saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik
Indonesia belum memiliki konstitusi atau UUD. Namun sehari kemudian,
tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya
adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Lembaga tertinggi
dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD 1945 (sebelum amandemen)
adalah:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
b. Presiden e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
c. Dewan Pertimbanagan Agung (DPA) f. Mahkamah Agung (MA)
2. 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
Agresi
Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II atas kota Yogyakarta
pada tahun 1948. Untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dengan RepubIik
Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda)
tanggal 23 Agustus – 2 November 1949.
Konferensi
ini dihadiri oleh wakil-wakil dari RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst
voor Federal Overleg, yaitu gabungan negara-negara boneka yang dibentuk
Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi PBB untuk Indonesia. KMB
tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
(1) didirikannya Negara Rebublik Indonesia Serikat;
(2) penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
(3) didirikan uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan
bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan
adanya penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik
Indonesia Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan
delegasi BFO pada Konferensi Meja Bundar.
Sistem
pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah
sistem parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1
dan 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak
dapat diganggu-gugat”. Artinya, Presiden tidak dapat dimintai
pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan. Sebab, Presiden adalah
kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Dalam sistem ini,
kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri. Lembaga-lembaga negara
menurut Konstitusi RIS adalah :
a. Presiden d. Dewan Perwakilan Rakyat
b. Menteri-Menteri e. Mahkamah Agung
c. Senat f. Dewan Pengawas Keuangan
3. 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
Pada
awal Mei 1950 terjadi penggabungan negaranegara bagian dalam negara
RIS, sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik
Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur.
Perkembangan berikutnya adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang
mewakili Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur dengan
Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Kesepakatan
tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei
1950.
Pada
tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang- Undang Federal No.7 tahun
1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku
sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut
Konstitusi RIS 1949 diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan
bahwa ”Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian
pada ayat (2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya
maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Lembaga-lembaga
Negara menurut UUDS 1950 adalah :
a. Presiden dan Wakil Presiden d. Mahkamah Agung
b. Menteri-Menteri e. Dewan Pengawas Keuangan
c. Dewan Perwakilan Rakyat
Sifat
kesementaraan UUDS 1950 ini nampak dalam rumusan pasal 134 yang
menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat UUD) bersama-sama dengan
pemerintah selekaslekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan
menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih melalui pemilihan
umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November 1956 di
Bandung.
4. 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
Pada
pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang
berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk
kembali kepada UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota
Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda. Atas dasar hal
tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang
isinya adalah:
(1) Menetapkan pembubaran Konsituante
(2) Menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
(3) Pembentukan MPRS dan DPAS
Praktik
penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959-
19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan
terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945
selama kurun waktu tersebut dapat dipilah menjadi dua periode yaitu :
a. periode Orde Lama (1959-1966),
Pada
masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu muncul
pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga
situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Mengingat
keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11
Maret 1966 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan
bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan
jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal
masa Orde Baru.
b. periode Orde Baru (1966-1999).
Semboyan
Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip
negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masih terdapat banyak hal
yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat
dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap
kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.
Selain
itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang
sifatnya singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya
berbagai penyimpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD
1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat
untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
5. 19 Oktober 1999 – sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
Seiring
dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto
sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai
saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu pada
tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Penyebutan UUD setelah perubahan
menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a. Presiden e. Badan Pemeriksa Keuangan
b. Majelis Permusyawaratan Rakyat f. Mahkamah Agung
c. Dewan Perwakilan Rakyat g. Mahkamah Konstitusi
d. Dewan Perwakilan Daerah h. Komisi Yudisial
Berbagai peyimpangan terhadap konstitusi, yang kita fokuskan pada konstitusi yang kini berlaku, yakni UUD 1945.
1. Penyimpangan terhadap UUD 1945 masa awal kemerdekaan, antara lain:
a. Keluarnya Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal
16 Oktober 1945 yang mengubah fungsi KNIP dari pembantu menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN
sebelum terbentuknya MPR, DPR, dan DPA. Hal ini bertentangan dengan UUD
1945 pasal 4 aturan peralihan yang berbunyi ”Sebelum MPR, DPR, dan DPA
terbentuk, segala kekuasaan dilaksanakan oleh Presiden dengan bantuan
sebuah komite nasional”.
b. Keluarnya
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah sistem
pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Hal
ini bertentangan dengan pasal 4 ayat (1) dan pasal 17 UUD 1945.
2. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Lama, antara lain:
a. Presiden telah mengeluarkan produk peraturan dalam bentuk Penetapan Presiden, yang hal itu tidak dikenal dalam UUD 1945.
b. MPRS,
dengan Ketetapan No. I/MPRS/1960 telah menetapkan Pidato Presiden
tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita
(Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN yang bersifat tetap.
c. Pimpinan
lembaga-lembaga negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri negara,
yang berarti menempatkannya sejajar dengan pembantu Presiden.
d. Hak
budget tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan;
e. Pada
tanggal 5 Maret 1960, melalui Penetapan Presiden No.3 tahun 1960,
Presiden membubarkan anggota DPR hasil pemilihan umum 1955. Kemudian
melalui Penetapan Presiden No.4 tahun 1960 tanggal 24 Juni 1960
dibentuklah DPR Gotong Royong (DPR-GR);
f. MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup melalui Ketetapan Nomor III/MPRS/ 1963.
3. Penyimpangan terhadap UUD 1945 pada masa Orde Baru
a. MPR
berketetapan tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan
terhadap UUD 1945 serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen
(Pasal 104 Ketetapan MPR No. I/MPR/1983
tentang Tata Tertib MPR). Hal ini bertentangan dengan Pasal 3 UUD 1945
yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan UUD dan GBHN,
serta Pasal 37 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah UUD
1945.
b. MPR
mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/ 1983 tentang Referendum yang
mengatur tata cara perubahan UUD yang tidak sesuai dengan pasal 37 UUD
1945
Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan UUD 1945 antara lain :
a. UUD
1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar pada Presiden yang meliputi
kekuasaan eksekutif dan legislatif, khususnya dalam membentuk
undangundang.
b. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes (fleksibel) sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsir (multitafsir).
c. Kedudukan penjelasan UUD 1945 sering kali diperlakukan dan mempunyai kekuatan hukum seperti pasal-pasal (batang tubuh) UUD 1945.
Perubahan UUD 1945 memiliki beberapa tujuan, antara lain :
a. menyempurnakan
aturan dasar mengenai tatanan Negara dalam mencapai tujuan nasional dan
memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta
memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham
demokrasi;
c. menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan HAM agar sesuai dengan
perkembangan paham HAM dan peradaban umat manusia yang merupakan syarat
bagi suatu negara hukum yang tercantum dalam UUD 1945;
d. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan Negara secara demokratis dan modern.
e. melengkapi
aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan ne-gara bagi
eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti
pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum;
f. menyempurnakan
aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
perkembangan jaman dan kebutuhan bangsa dan negara.
Dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945, terdapat beberapa kesepakatan dasar yang penting. Kesepakatan tersebut adalah :
a. tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
b. tetap mempertahankan NKRI
c. mempertegas sistem pemerintahan presidensial
d. penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normative akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh)
Perubahan terhadap UUD 1945 dilakukan sebanyak empat kali melalui mekanisme siding MPR yaitu:
a. Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999, ditetapkan pada tgl. 19 Oktober 1999
Pasal yang Diubah
|
Isi Perubahan
|
• Pasal 5 ayat 1
|
• Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
|
• Pasal 7
|
• Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
|
• Pasal 9 ayat 1 dan 2
|
• Sumpah Presiden dan Wakil Presiden“
|
• Pasal 13 ayat 2 dan 3
|
• Pengangkatan dan Penempatan Duta
|
• pasal 14 ayat 1
|
• Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
|
• pasal 14 ayat 2
|
• Pemberian amnesty dan abolisi
|
• pasal 15
|
• Pemberian gelar, tanda jasa dan kehormatan lain
|
• Pasal 17 ayat 2 dan 3
|
• Pengangkatan Menteri
|
• Pasal 20 ayat 1 – 4
|
• DPR
|
• Pasal 21
|
• Hak DPR untuk mengajukan RUU
|
b. Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000, ditetapkan pada tgl. 18 Agustus 2000
Bab yang Diubah
|
Isi Perubahan
|
• Bab VI
|
• Pemerintahan Daerah
|
• Bab VII
|
• Dewan Perwakilan Daerah
|
• Bab IXA
|
• Wilayah Negara
|
• Bab X
|
• Warga Negara dan Penduduk
|
• Bab XA
|
• Hak Asasi Manusia
|
• Bab XII
|
• Pertahanan dan Keamanan
|
• Bab XV
|
• Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan
|
c. Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001, ditetapkan pada tgl. 9 November 2001
Bab yang Diubah
|
Isi Perubahan
|
• Bab I
|
•Bentuk dan Kedaulatan
|
• Bab II
|
• MPR
|
• Bab III
|
• Kekuasaan Pemerintahan Negara
|
• Bab V
|
• Kementerian Negara
|
• Bab VIIA
|
• DPR
|
• Bab VIIB
|
• Pemilihan Umum
|
• Bab VIIIA
|
• BPK
|
d. Sidang Tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002, ditetapkan 10 Agustus 2002,
Meliputi 19 pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1 butir yang dihapuskan. Dalam naskah perubahan keempat ini ditetapkan bahwa:
a. UUD
1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga,
dan keempat adalah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945
dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
b. Perubahan
tersebut diputuskan dalam rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18
Agustus 2000 Sidang Tahunan MPR RI dan mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
c. Bab
IV tentang “Dewan Pertimbangan Agung” dihapuskan dan pengubahan
substansi pasal 16 serta penempatannya kedalam Bab III tentang
“Kekuasaan Pemerintahan Negara”.
Dilihat dari jumlah bab, pasal, dan ayat, hasil perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut.
No.
|
Sebelum Perubahan
|
Hasil Perubahan
|
1.
|
Jumlah bab 16
|
Jumlah bab 21
|
2.
|
Jumlah pasal 37
|
Jumlah pasal 73
|
3.
|
Terdiri dari 49 ayat
|
Terdiri dari 170 ayat.
|
4.
|
4 pasal aturan peralihan
|
3 pasal aturan peralihan
|
5.
|
2 ayat Aturan Tambahan
|
2 Pasal Aturan Tambahan
|
6.
|
Dilengkapi dengan penjelasan.
|
Tanpa penjelasan
|
Hasil-hasil perubahan tersebut menunjukkan adanya penyempurnaan kelembagaan negara, jaminan dan perlindungan HAM, dan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis. Perubahan itu secara lebih rinci antara lain sebagai berikut:
a. MPR
yang semula sebagai lembaga tertinggi negara dan berada di atas lembaga
negara lain, berubah menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga
Negara lainnya, seperti DPR, Presiden, BPK, MA, MK, DPD, dan Komisi
Yudisial.
b. pemegang kekuasaan membentuk undang-undang yang semula dipegang oleh Presiden beralih ke tangan DPR.
c. Presiden
dan wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR berubah menjadi dipilih
oleh rakyat secara langsung dalam satu pasangan.
d. Periode masa jabatan Presiden dan wakil Presiden yang semula tidak dibatasi, berubah menjadi maksimal dua kali masa jabatan.
e. Adanya lembaga negara yang berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yaitu Mahkamah Konstitusi.
f. Presiden dalam hal mengangkat dan menerima duta dari Negara lain harus memperhatikan pertimbangan DPR.
g. Presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal memberi amnesti dan rehabilitasi.
Sebagai
warga negara, hendaknya mampu menampilkan sikap positif terhadap
pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan (amandeman). Sikap positif tersebut
antara lain:
a. menghargai
upaya yang dilakukan oleh para mahasiswa dan para politisi yang dengan
gigih memperjuangkan reformasi tatanan kehidupan bernegara yang diatur
dalam UUD 1945 sebelum perubahan,
b. menghargai upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga negara khususnya MPR yang telah melakukan perubahan terhadap UUD 1945,
c. menyadari manfaat hasil perubahan UUD 1945,
d. mengkritisi penyelenggaraan negara yang tidak sesuai dengan UUD 1945 hasil perubahan,
e. mematuhi aturan dasar hasil perubahan UUD 1945,
f. berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aturan hasil perubahan UUD 1945,
g. menghormati dan melaksanakan aturan-aturan lain di bawah UUD 1945 temasuk tata tertib sekolah
Comments
Post a Comment